Minggu, 06 Mei 2012

Cyber Law Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Nama: Satrio Wicaksono
NIM: 12095919

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi  (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya  (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.
Dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan yang bersifat tidak berwujud. Kenyataan saat ini yang berkaitan dengan kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu, mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.

Di samping itu masalah pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia, tetapi dalam kenyataannya data dimaksud  juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat. Teknologi infomasi telah menjadi instrumen efektif dalam perdagangan global.
Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat  dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis  untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional  untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum.
1.      Prinsip dan Pendekatan Hukum dalam RUU ITE
Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyberspace, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi atau diakses secara ilegal dan tanpa hak. Dengan hadirnya masyarakat yang diyakini sebagai masyarakat dunia, antara lain ditandai dengan pemanfatan teknologi informasi termasuk pengelolaan sistem informasi dan sistem elektronik yang semakin meluas dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia.
Kondisi yang demikian pada satu pihak membawa manfaat bagi masyarakat karena memberikan kemudahan dalam berbagai aktifitas terrutama yang terkait dengan pemanfaatan informasi. Namun disisi lain, hal tersebut memicu lahirnya berbagai bentuk konflik dimasyarakat sebagai akibat dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
2.      Regulasi Cyber Law
Sebagai warga dunia, regulasi cyber law menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) untuk dijadikan hukum positif, mengingat aktivitas penggunaan dan pelanggarannya telah demikian tinggi.
Regulasi ini merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat demi terciptanya kepastian hukum. RUU ITE sendiri secara materi muatan telah dapat menjawab persoalan kepastian hukum yang diikuti dengan sanksi pidananya. Demikian juga tindak pidana dalam RUU ITE ini diformulasikan dalam bentuk delik formil, sehingga tanpa adanya laporan kerugian dari korban aparat sudah dapat melakukan tindakan hukum. Hal ini berbeda dengan delik materil yang perlu terlebih dulu adanya unsur kerugian dari korban.
RUU ITE merupakan satu upaya penting dalam setidaknya dua hal pertama: pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin Kedua: Diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar